Sebelum melakuakan sesuatu maka wajib seorang muslim untuk berilmu agar setiap perbuatan nya dapat dipertanggungjawabkan disisi Allah azzawajalla, berikut literatur mengenai permainan catur
Keterangan sahabat tentang catur
a. Dari Maisarah an-Nahdi, bahwa Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pernah melewati sekelompok orang yang bermain catur, kemudian beliau menyitir ayat:
مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
“Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beri’tikaf (memperhatikan) kepadanya?” (QS. Al-Anbiya: 52)
Keterangan Ali ini disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf no. 26158.
Dalam riwayat Baihaqi, terdapat pernyataan yang semisal, hanya saja ada tambahan:
لَأَنْ يَمَسَّ أَحَدُكُمْ جَمْرًا حَتَّى يُطْفَأَ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّهَا
“Seseorang menyentuh bara api sampai bara itu mati, itu lebih baik baginya dari pada dia menyentuh catur.” (HR. al-Baihaqi dalam Sunan ash-Shughra no. 3348 dan Syuabul Iman, no. 6097)
Imam Ahmad mengatakan:
أصح ما في الشطرنج قول علي رضي الله عنه
Riwayat paling shahih tentang catur adalah keterangan Ali bin Abi Thalib. (asy-Syarhul Kabir Ibn Qudamah, 12:45)
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang hukum catur, beliau menjawab:
هي شَرٌّ من النرد
“Permainan itu lebih buruk dari pada dadu.”
Juga diriwayatkan dari Ibnu Syihab, bahwa sahabat Abu Musa al-Asy’ari pernah mengatakan:
لَا يَلْعَبُ بِالشِّطْرَنْجِ إِلَّا خَاطِئٌ
“Tidak ada yang bermain catur, kecuali orang yang berdosa.”
Sementara itu, dari Abu Ubaidillah bin Abu Ja’far, bahwa Abu Said al-Khudri membenci bermain catur.
Ibnu Syihab az-Zuhri juga pernah ditanya tentang bermain catur, kemudian beliau menjawab:
هِيَ مِنَ الْبَاطِلِ وَلَا يُحِبُّ اللهُ الْبَاطِلَ
“Itu termasuk kebatilan dan Allah tidak mencintai kebatilan.”
Semua riwayat sahabat di atas disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Syuabul Iman, no. 6097.
Dari Ibnu Abi Laila, dari al-Hakam, beliau berkomentar tentang permainan catur:
كَانُوا يُنْزِلُونَ النَّاظِرَ إِلَيْهَا كَالنَّاظِرِ إِلَى لَحْمِ الْخِنْزِيرِ، وَالَّذِي يُقَلِّبُهَا كَالَّذِي يُقَلِّبُ لَحْمَ الْخِنْزِيرِ
“Para sahabat menganggap orang yang melihat papan catur sebagaimana orang yang melihat daging babi. Sementara orang yang menggerakkan pion catur seperti orang yang membolak-balikkan daging babi.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no.26160)
Keterangan Ulama
Ibnu Qudamah mengatakan:
وأما الشطرنج فهو كالنرد في التحريم
“Untuk main catur, sama haramnya dengan main dadu.” (al-Mughni, 14:155)
Dalam kumpulan dosa-dosa besar, adz-Dzahabi mengatakan:
وأما الشطرنج فأكثر العلماء على تحريم اللعب بها سواء كان برهن أو بغيره أما بالرهن فهو قمار بلا خلاف وأما إذا خلا عن الرهن فهو أيضا قمار حرام عند أكثر العلماء . . . وسئل النووي رحمه الله عن اللعب بالشطرنج أحرام أم جائز ؟ فأجاب رحمه الله تعالى :
“Tentang permainan catur, mayoritas ulama mengharamkannya, baik dengan taruhan maupun tanpa taruhan. Jika dengan taruhan maka statusnya judi, tanpa ada perselisihan ulama. Jika tanpa taruhan, itu juga termasuk judi menurut mayoritas ulama.” (al-Kabair, 89)
Disadur dari Fatwa Islam, no. 14095
Para ulama sepakat bahwa permainan catur yang disertai taruhan, yang kalah membayar kepada yang menang berupa materil ataupun immateril hukumnya adalah haram dan termasuk qimar (perjudian).
Ustadz Nur Baits Hafidzullah
========
Para ulama juga sepakat bahwa permainan catur yang melalaikan dari melaksanakan kewajiban terhadap Allah, serta kewajiban terhadap manusia hukumnya juga haram.
Dan para ulama juga sepakat bahwa permainan catur yang pemenangnya mendapatkan hadiah dari panitia penyelenggara hukumnya juga haram, karena tidak termasuk tiga permainan yang diperbolehkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mengandung makna ketangkasan jihad [Dr. Sulaiman Al-Mulhim, Al-Qimar; haqiqatuhu wa Akhkamuhu, hal. 254].
Adapun permainan catur yang tidak disertai taruhan, tidak melalaikan pelaksanaan kewajiban dan tidak mendapat hadiah dari pihak manapun, maka hukumnya diperselisihkan oleh para ulama mazhab.
Pendapat pertama:
Para ulama mazhab maliki dan hanbali mengharamkan permainan catur [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid XXXV, hal. 269].
Yang menjadi dalil pendapat ini:
1. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu saat melewati orang yang sedang bermain catur, ia berkata,
مَا هَذِهِ التَّمَاثِيْلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
“Patung-patung apakah ini yang kalian tekun berdiam dihadapannya?” (HR. Ibnu Abi Syaibah. Atsar ini dinyatakan shahih oleh Imam Ahmad).
Tanggapan:
Dalil ini tidak kuat menujukkan larangan permainan catur, karena bisa jadi Ali radhiyallahu ‘anhu melarang mereka bermain catur disebabkan bidak permainan catur berupa patung kuda, atau dia melarang karena mereka bermainan terlalu lama, karena Ali mengatakan, “Kalian tekun berdiam di hadapannya.”
Jadi, larangan tersebut bukan karena materi permainannya. Jika bidaknya tidak terdapat salib dan tidak menyerupai patung orang, ataupun hewan, maka main catur boleh [Dr. Sa’ad Asy-Syatsri, Al-Musabaqat wa Ahkamuha fisy Syariah Al Islamiyah, hal. 228].
2. Dalil yang juga mengharamkan permainan catur bahwa permainan ini sama dengan permainan dadu, yaitu dapat melalaikan dari melakukan kewajiban shalat [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid XXXV, hal. 270].
Tanggapan:
Dalil ini juga tidak kuat, karena terdapat perbedaan antara permainan catur dengan dadu. Permainan dadu asasnya adalah untung-untungan berbeda dengan catur di mana terdapat unsur berpikir dan perhitungan untuk memenangkan sebuah permainan [Dr. Sa’ad Asy-Syatsri, hal. 228].
Pendapat kedua: Para ulama mazhab hanafi dan syafi’i tidak mengharamkan permainan catur.
Para ulama ini berdalil bahwa tidak ada dalil yang melarang permainan catur, maka permainan catur boleh karena berguna untuk mengasah otak dalam strategi perang yang diajarkan dalam permainan catur. Maka dari sisi ini, permainan catur bias diqiyaskan dengan permainan yang melatih keterampilan dalam berjihad.
Wallahu a’lam, pendapat yang membolehkan permainan catur lebih kuat, jika larangan-larangan yang dijelaskan di atas dihindari.
Penulis: Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A.
Disalin dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Dr. Erwandi Tarmizi, halaman 269-270, Penerbit P.T. Berkat Insan Mulia, Cetakan Kedua April 2012
Dari beberapa uraian tersebut maka sesorang dapat mengambil pelajaran agar setiap permainan yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan disisi Allah azzawajalla dan tidak melalaikan dari tujuan penciptaan ini.
1. https://pengusahamuslim.com/2993-hukum-bermain-catur-1589.html
2. https://konsultasisyariah.com/13784-hukum-main-catur-haram.html
Read More