Ayat Motivasi Bekerja


Dalil agar memotivasi produktif terus berkelanjutan dan semangat dalam jalur syariat Allah Azzawajala

 ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ


Aljasiyah : 20 

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Arrum 37

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Ankabut 62

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

“QS. Al Fatir : 3

وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

QS. Al Kabut : 60




Read More

Menyikapi dakwah wahabi

 


Read More

Tuntunan sholat taubat

 

Tuntunan sholat taubat sebagai bentuk permohonan ampun atas dosa yang telah diperbuat




Read More

Mengenal Dakwah Hizbi

 


Makna hizbiyyah


Al hizb secara bahasa artinya sekelompok manusia. Dalam kitab Lisaanul Arab disebutkan:

الحِزْبُ: جَماعةُ الناسِ، والجمع أَحْزابٌ

Al hizb artinya sekelompok manusia, jamaknya: ahzaab

Secara istilah, al hizb memiliki beberapa makna:

• An nashir, artinya penolong; pembela. Sebagaimana dalam ayat:

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

barangsiapa loyal kepada Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (adalah para wali Allah). Sesungguhnya hizbullah itu adalah orang-orang yang menang” (QS. Al Maidah: 55).
Ath Thabari dalam Tafsirnya mengatakan:

ويعني بقوله:”فإن حزب الله”، فإن أنصار الله

“yang dimaksudkan dalam firmannya ‘Sesungguhnya hizbullah itu…‘ adalah ‘sesungguhnya para pembela Allah itu…‘” (Tafsir Ath Thabari, 10/428)

• Al fariq; al firqah, artinya kelompok agama; sekte; aliran. Sebagaimana dalam ayat:

فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap hizb merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)” (QS. Al Mu’minun: 53).

Ath Thabari dalam Tafsirnya mengatakan:

وقوله: (كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ) يقول: كل فريق من تلك الأمم، بما اختاروه لأنفسهم من الدين والكتب، فرحون معجبون به، لا يرون أن الحقّ سواه.

“firman Allah ‘Tiap-tiap hizb merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka’ artinya setiap kelompok agama dari umat tersebut merasa bangga dan ujub dengan agama dan kitab yang mereka pilih. Mereka tidak melihat bahwa kebenaran bisa jadi dari selain mereka” (Tafsir Ath Thabari, 19/42).

• Al Jundu wal atba’ wal ash-hab, artinya tentara atau pengikut atau golongan. Sebagaimana dalam ayat:

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi” (QS. Al Mujadalah: 19).

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan:

أولئك حزب الشيطان” أتباعه”

“‘mereka itulah hizbus syaitan’ maksudnya: pengikut setan”

• Al wali, artinya wali yaitu orang yang dicenderungi untuk diberikan kasih sayang. Sebagaimana dalam ayat:

أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ

Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah hizbullah” (QS. Al Mujadalah: 22).

Ath Thabari menjelaskan:

(أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ) يقول: أولئك الذين هذه صفتهم جند الله وأولياؤه

“‘Mereka itulah hizbullah‘ maksudnya mereka adalah orang-orang yang demikian sifatnya, mereka itu tentara Allah dan wali Allah” (Tafsir Ath Thabari, 23/258) [1. Banyak mengambil faedah dari Ta’riful Hizbiyyah, Ahmad bin Hadi bin Hamdani, http://www.albaidha.net/vb4/showthread.php?t=52333].

• Kelompok yang berfanatik golongan yang memerangi kebenaran. Sebagaimana dalam ayat:

يا قوم إني أخاف عليكم مثل يوم الأحزاب

Dan orang yang beriman itu berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran ahzab’” (QS. Al Mu’min: 30).

Dalam Lisaanul Arab disebutkan:

والأَحْزابُ: جُنودُ الكُفَّار، تأَلَّبوا وتظاهروا على حِزبْ النبيّ، صلى اللّه عليه وسلم، وهم: قريش وغطفان وبنو قريظة

Ahzab adalah pasukan kuffar yang menentang pengikut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu kaum Quraisy, Ghathafan dan Bani Quraizhah”

Ibnu Sayyidihi mengatakan:

الأحزاب هاهنا قوم نوح، وعاد، وثمود، ومن أهلك بعدهم

“ahzab dalam ayat ini adalah kaum Nuh, kaum Ad, kaum Tsamud dan kaum-kaum yang binasa setelah mereka” (Al Muhkam wal Muhith Al A’zham, 3/231).

Syaikh As Sa’di mengatakan:

الأحْزَابِ يعني الأمم المكذبين، الذين تحزبوا على أنبيائهم، واجتمعوا على معارضتهم

Al ahzab yaitu kaum yang mendustakan kebenaran, mereka berkelompok-kelompok menentang dan melawan Nabi mereka” (Taisir Karimirrahman, 736).

Makna yang terakhir inilah yang kita maksudkan dalam pembahasan kita ini. Maka hizbiyyah adalah sikap ta’ashub (fanatik golongan) seseorang terhadap suatu tokoh, atau terhadap kelompoknya, atau golongannya, dalam akidah, pemikiran dan perbuatan mereka yang bertentangan dengan kebenaran.

Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali mengatakan: “setiap yang menyelisihi manhaj salaf maka ia adalah ahzab yang sesat. Hizbiyyah tidak ada persyaratannya. Allah menamai umat terdahulu sebagai ahzab dan menamai kaum Quraisy sebagai ahzab karena mereka berkumpul bersama dengan yang sepaham dengan mereka untuk menentang Rasulullah. Padahal mereka tidak memiliki organisasi atau apapun. Maka adanya organisasi bukanlah syarat dari hizbiyyah. Jika hizb tersebut diatur oleh sebuah organisasi maka lebih bertambah lagi hizbiyyah-nya. Fanatik kepada suatu pemikiran tertentu yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah, lalu loyal dan saling mencintai karena pemikiran tersebut, inilah yang disebut tahazzub (hizbiyyah). Inilah tahazzub walaupun tidak terorganisir. Membangun suatu pemikiran yang menyimpang lalu mengumpulkan manusia dalam pemikiran tersebut, inilah hizbiyyah, baik terorganisir ataupun tidak. Selama mereka berada dalam satu pemikiran yang menyelisihi Al Qur’an dan As Sunnah, inilah hizbiyyah” [2. Sumber: http://aloloom.net/vb/showthread.php?t=283].

Syaikh Yahya Al Hajuri menjelaskan: “Hizbiyyah adalah orang-orang yang cakupan wala wal bara’-nya sempit. Terbatas hanya pada orang-orang yang bersama mereka saja, tanpa berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Hizbiyyun adalah setiap yang menentang Ahlussunnah. Setiap yang menentang Ahlussunnah maka pada dirinya, sesuai penyimpangannya, terdapat kadar bid’ah dan kadar hizbiyyah” [3. http://www.sh-yahia.net/show_s_fatawa_113.html].

Sikap kita: Jauhilah hizbiyyah!

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan: “wajib bagi para penuntut ilmu agar melepaskan diri dari bergolong-golongan dan juga hizbiyyah yaitu mengikat wala dan bara‘ kepada suatu kelompok tertentu atau aliran tertentu. Tidak diragukan lagi bahwa hizbiyyah bertentangan dengan manhaj salaf. Salafus shalih tidak ada beberapa kelompok, melainkan mereka hanya 1 kelompok saja. Di bawah naungan firman Allah ‘azza wa jalla:

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ

Allah lah yang menamakan kalian sebagai Muslimin dari dahulu” (QS. Al Hajj: 78)

Tidak ada hizbiyyah dan tidak ada berkelompok-kelompok. Tidak ada loyalitas dan saling mencintai kecuali sesuai dengan apa yang datang dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Misalnya sebagian manusia ada yang ber-hizbiyyah pada kelompok tertentu, mereka mengikrarkan pemikiran kelompok tersebut sebagai manhaj mereka dan untuk melegalkan hal itu mereka berdalil dengan dalil-dalil yang justru sebenarnya menentang mereka. Mereka membela orang-orang yang berada dalam kelompok tersebut dan menyesatkan yang di luar kelompok walaupun yang di luar kelompok tersebut lebih dekat kepada kebenaran. Mereka memiliki slogan: “yang tidak bersamaku, maka itu musuhku“. Ini adalah slogan yang hina. Karena sesungguhnya ada penengah yang benar antara kedua sisi tersebut. Jika mereka bertentangan denganmu namun di atas kebenaran, maka pada hakikatnya ia bersamamu. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

انصر أخاك ظالمًا أو مظلومًا

tolonglah saudaramu yang zhalim dan terzalimi

Menolong orang yang zalim adalah dengan mencegahnya berbuat zalim.

Maka tidak ada hizbiyyah dalam Islam. Oleh karena itu ketika muncul banyak hizb di tengah kaum Muslimin, bermacam-macam manhaj, berpecah-belah umat, jadilah mereka saling menyesatkan satu-sama-lain, saling memakan bangkai saudaranya yang lain, maka mereka akan menemui kelemahan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ

dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu” (QS. Al Anfal: 46).

Oleh karena itu kita dapati sebagian penuntut ilmu yang belajar kepada salah seorang Syaikh. Kemudian ia membela Syaikh tersebut, baik dalam kebenaran maupun dalam kebatilan. Menentang yang selainnya dan membid’ahkan yang selain mereka. Ia lalu memandang bahwa Syaikh-nya tersebut adalah orang yang alim dan mushlih, sedangkan Syaikh yang lain itu jahil dan mufsid. Ini adalah sebuah kesalahan besar. Bahkan yang wajib adalah mengambil perkataan yang sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah serta pendapat para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” [4. Kitaabul Ilmi, 89-91].

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan pernah ditanya: “apakah hizbiyyah itu haram secara dzatnya atau dibolehkan karena adanya sebab lain?” Beliau menjawab: “Berpecah-belah itu tidak diperbolehkan, baik ia dinamakan hizbiyyah atau bukan hizbiyyah. Perpecahan itu tercela dan dilarang oleh Allah dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan untuk bersatu padu.  Maka berpecah-belah itu tidak diperbolehkan, baik ia dinamakan hizbiyyah atau bukan” [5. Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/14240].

Al Imam Al Albani rahimahullah ditanya: “apa hukum hizbiyyah dan ahzab dalam Islam?”. Beliau menjawab: “kami katakan dengan tegas bahwa kami memerangi hizbiyyah. Karena hizbiyyah ini akan menerapkan apa yang difirmankan oleh Allah Tabaaraka wa Ta’ala:

كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

Tiap-tiap hizb merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)

dan karena hizbiyyah tentu akan memecah belah persatuan kaum Muslimin, dan akan menambahkan kelemahan mereka yang saat ini sudah lemah. Maka semakin bertambahkan kelemahan.

Maka tidak ada hizbiyyah dalam Islam. Yang ada hanya satu hizb yang dinyatakan dalam Al Qur’an.

أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُون

ketahuilah sesungguhnya hizbullah itu adalah orang-orang yang beruntung

Namun siapa hizbullah itu? Mereka adalah jama’ah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Semakin seorang Muslim di zaman ini mendekati petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan manhaj para sahabat sebagaimana dalam hadits firqatun najiyyah, maka ia semakin dalam keamanan. Demikian juga sebaliknya. Dan ini membutuhkan kepada ilmu tentang Al Qur’an dan As Sunnah. Dan inilah (ilmu) timbangan yang pasti bagi setiap Muslim yang berakal agar ia terlepas dari hizbiyyah yang buta dan dari hawa nafsu. Dan hendaknya setiap Muslim mengetahui bahwa tidak ada jalan lain untuk mengenali manhaj para sahabat Nabi kecuali dengan ilmu. Dan orang-orang yang berada dalam kelompok-kelompok Islam atau kelompok-kelompok yang lain semakin mereka dekat kepada ilmu Al Qur’an dan As Sunnah, maka ia semakin kuat perkataannya dan semakin benar petunjuknya. Demikian pula sebaliknya.


Sumber : Muslim.or.id



Penjelasan Hibiyah oleh para Asatidz


Bincang santai tentang Hizbi






Read More

Dakwah sirriyah yang dibolehkan


Rasulullah ﷺ memulai dakwah beliau dengan sembunyi-sembunyi dan mendakwahi satu persatu orang-orang yang ada disekitarnya dan tidak menjahrkan dakwah beliau selama 3 tahun adalah dengan tujuan dan hikmah diantaranya:


1. Supaya penduduk Makkah yang penuh dengan kesyirikan dan kejahilan tidak dikagetkan dengan dakwah ini sehingga mereka menghancurkan dakwah ini dari semenjak munculnya.


2. Supaya dakwah ini memiliki penolong-penolong yang kelak akan menolongnya dan membelanya apabila Rasulullah ﷺ menjahrkan dakwah ini.


Apabila keadaan seseorang berada di sebuah tempat yang penduduknya penuh dengan kesyirikan dan kekufuran dan dikhawatirkan apabila berdakwah kepada Islam secara terang-terangan maka dia dan dakwahnya akan dihancurkan dari awal, maka silakan dia berdakwah dengan sembunyi-sembunyi dan menjaga kewajiban-kewajiban agama.


Namun seseorang hidup di tengah masyarakat Islam ditegakkan syiar-syiar agama dan diizinkan seperti adzan, shalat lima waktu, zakat, puasa, haji. Kemudian dia tidak melakukan shalat lima waktu atau hanya melakukan dua kali dalam sehari dengan dalih bahwasanya ini adalah fase Mekkah maka ini adalah kesesatan yang nyata. Tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.


Berkata Umar Ibn Abdul Aziz,


إذا رأيت قوما يتناجون فى دينهم دون العامة فاعلم أنهم في تأسيس الضلالة


“Apabila engkau melihat sebuah kaum saling berbisik-bisik di dalam urusan agama mereka tanpa orang awam, maka ketahuilah bahwa mereka sedang membangun kesesatan.

[Atsar ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Auliya].


https://umisyifa.wordpress.com/2020/07/13/hsi-silsilah-10-sirah-nabawiyah-halaqah-21-hikmah-dan-tujuan-dakwah-sirriyyah/

Read More

Menjadi ummat pertengahan



وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً 

“Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian” (QS  Al Baqarah: 143).


Ibnu Jarir At Thabari menafsirkan ayat tersebut dalam kitab tafsirnya: “Maksudnya adalah: Yang demikian itu kami jadikan kalian sebagai umat pertengahan yaitu umat yang adil yang akan menjadi saksi bagi para nabiku dan utusanku terhadap umat-umatnya terkait penyampaian risalah, apakah mereka telah menyampaikan apa yang diperintahkan untuk disampaikan dari risalah-risalahKu kepada umatnya, dan rasulku Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai saksi atas keimanan kalian, dan saksi dari apa yang datang kepada kalian dari sisi-Ku” Tafsir "Jami’ul Bayan”, 2/8).


As Syekh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata: “Dan di antara faedah-faedah ayat adalah : --keutamaan umat ini dari semua umat-umat terdahulu ; sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya : (umat pertengahan) maksudnya adalah prilaku adil umat ini. Adapun firman Allah yang artinya, "Agar kalian menjadi saksi atas perbuatan umat manusia." tidaklah orang yang dijadikan saksi melainkan karena ia terpercaya dan ucapannya diterima. Maka sesungguhnya umat ini akan menjadi saksi umat-umat terdahulu pada hari kiamat. Dapat dipahami dari firman Allah Ta’ala di atas berupa kesaksian di dunia maupun di akhirat

Al Baghawi menukil dalam tafsirnya,  1/122,  dari Al Kalbi sesungguhnya dia berkata,  “Maksud dari  'Umat pertengahan' adalah: Pengikut agama yang adil antara berlebih-lebihan dalam beribadah dan teledor dalam menjalankan syariat agama, yang kedua sifat ini amat dicela dalam agama.”

As Syekh As Sa’di menjelaskan dalam tafsirnya tentang umat pertengahan (hal. 66) yaitu, “Umat yang memiliki keadilan dan yang terbaik. Karena sifat selain pertengahan rentan dan akan mengarah kepada bahaya. Maka Allah menjadikan umat ini umat yang senantiasa mengambil jalan tengah di setiap perkara agama. Nabinya pun nabi yang pertengahan di antara para nabi umat terdahulu Pertengahan antara kaum yang berlebih-lebihan dalam beragama sebagaimana kaum Nashrani, dan mereka yang berperangai kasar sebagaimana bangsa yahudi. Nabi umat ini menyeru agar mereka beriman sesuai dengan kelayakan masing-masing dan bersikap pertengahan dalam hal penerapan syari’ah, tidak keras dan membangkang sebagaimana orang Yahudi, dan tidak pula meremehkan sebagaimana orang Nashrani. Dalam bab bersuci dan makanan, tidak seperti orang yahudi yang mereka tidak menganggap sah shalat mereka melainkan jika dilaksanakan di tempat peribadatan mereka, dan mereka tidak mensucikan air dari najis, dan mereka telah di haramkan dari yang baik-baik sebagai sangsi bagi mereka. Dan tidak pula seperti orang nashrani yang mereka sama sekali tidak menganggap sedikitpun air yang terkena najis, mereka juga tidak mengharamkan apapun dari makanan-makanan yang haram bahkan mereka membolehkan binatang apa saja yang merayap dan yang membuat liang dalam tanah. Adapun dari segi bersuci maka umat Islam paling sempurna tata cara bersuci mereka, dan Allah menghalalkan bagi mereka jenis yang baik-baik dari makanan, minuman, pakaian dan menikah, sebagaimana Allah juga mengharamkan bagi mereka segala yang buruk-buruk dari makanan dan minuman

Penjelasan video


Menyikapi perselisihan dalam ummat



Read More